oleh: Hudi Santoso*)
WartaTani.co – Indonesia merupakan surga bagi para wisatawan domestik dan mancanegara dari berbagai negara. Negeri Jamrud Khatulistiwa ini diberkahi dengan sumber daya alam yang melimpah. Kondisi seperti ini akan memberikan keuntungan tersendiri dengan tumbuhnya industri pariwisata, kalau saja pemerintah cepat dalam pengambilan kebijakan yang jelas dan terarah.
Mulai dari wisata alam seperti pantai, pegunungan, air terjun, danau, persawahan, pertanian, perkebunan, perikanan dan daya tarik keindahan alam lainnya yang kini menjadi destinasi wisata favorit turis lokal maupun mancanegara belum dikelola dengan baik. Destinasi wisata baru mulai dibangun dan dikembangkan diberbagai wilayah dengan konsep tematik, kekinian sehingga memiliki daya tarik tersendiri.
Industri pariwisata memberikan sumbangsih besar bagi perekonomian Indonesia. Beragamnya sektor pariwisata yang ditawarkan menjadikan industri pariwisata sebagai salah satu faktor pendorong roda perekonomian masyarakat, terutama bagi daerah yang sejak lama dikenal sebagai daerah wisata seperti Bali, Lombok dan Yogyakarta.
Kreatifitas masyarakat mengelola potensi daerah juga kemudian menghasilkan banyak destinasi wisata baru yang nampak sederhana namun memberikan dampak yang besar bagi kehidupan masyarakat sekitar meskipun dalam skala kecil (Desa). (Suryaatmaja & Suyaman 2021).
Untuk mewujudkan program desa wisata tematik yang menguntungkan dan berkelanjutan diperlukan kolaborasi dengan mengimplementasikan model oktahelix komunikasi digital desa wisata yang transparan, kolaboratif dan integratif.
Pendekatan konsep komunikasi yang dipadukan dengan konsep kolaborasi antar pemangku kepentingan dapat menggambarkan bahwa perencanaan dan penerapan program, konsep, dan gagasan dapat berjalan dengan baik di masa mendatang. Konsep pengembangan desa wisata di Indonesia seharusnya difokuskan pada pengembangan yang terintegrasi dan kolaboratif.
Terdapat delapan unsur penting model oktahelix (ABCGMICE) yang terdiri dari Akademisi, Bisnis, Community, Governmment, Media, Information and communication technology, character, environment).
Desa wisata di Indonesia pada umumnya dilakukan pendampingan oleh Dinas Budaya dan Pariwisata. Selain itu ada pendampingan dari akademisi, perguruan tinggi negeri maupun swasta. Peran akademisi disini adalah berbagi informasi, pengetahuan, memberikan pelatihan tentang manajerial, kemitraan dengan para stakeholder.
Akademisi berperan sebagai konseptor, seperti melakukan standarisasi proses bisnis serta sertifikasi dan ketrampilan sumberdaya manusia dalam pemanfaatan media digital dan komunikasi pemasaran. Kegiatan lainnya adalah Dospulkam (Dosen Pulang Kampung), dosen dan mahasiswa mengabdi, melalui sembilan kanal kegiatan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) melakukan proyek desa wisata, kegiatan wirausaha usaha mikro kecil dan menengah di desa wisata, kegiatan penelitian/ riset serta sertifikasi CHSE.
Bisnis (Swasta) adalah pengelola, warung masyarakat, pelaku usaha yang berperan sebagai enabler yang menghadirkan fasilitas dan mutu untuk kemajuan ekonomi daerah serta dapat membantu pengembangan wisata menjadi lebih efektif, efisien, dan produktif.
Salah satu strategi pembangunan dan pengembangan desa wisata melakukan kolaborasi antara pelaku wisata dengan pelaku usaha perusahaan dengan peguatan kewirausahaan. Bagi pelaku bisnis di sektor pariwisata ini memberikan strategi agar dapat bertahan dan berkembang dengan model bisnis yang fleksibel, beradaptasi dengan perubahan pasar di era digital.
Dampak krisis dari pandemi merubah perilaku konsumen terhadap industri pariwisata yang harus lebih beradaptasi menghadirkan value bisnis baru menyesuaikan perilaku konsumen yang berubah di tatanan new normal pasca pandemi.
Strategi pengembangan desa wisata pun berubah. Pelaku desa wisata seharusnya melibatkan pelaku bisnis. Kolaborasi ini nanti terwujud dengan pola komunikasi partisipatif melalui program pemberdayaan masyarakat.
Konsep ini akan mempertemukan bagaimana model paket wisata tematik yang terintegrasi dan dengan memanfaatkan portal online untuk reservasi, pembayaran seperti traveloka.
Peran aktif kelompok sadar wisata (Pokdarwis), kelompok penggerak pariwisata (Kompepar), dan Asosiasi Desa Wisata (Asdewi) dalam menggerakkan desa wisata lebih ditingkatkakan. Komunitas ini merupakan orang-orang yang berperan sebagai akselerator. Bertindak sebagai pelaku, penggerak dan penghubung untuk membantu pengembangan pariwisata dalam keseluruhan proses.
Pemerintah merupakan pemangku kepentingan yang memiliki peraturan dan tanggung jawab dalam mengembangkan pariwisata dan berperan sebagai regulator sekaligus berperan sebagai kontroler.
Peran pemerintah dalam hal ini melibatkan semua jenis kegiatan seperti perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengendalian, promosi, alokasi keuangan, perizinan, program dan peraturan daerah, pengembangan dan pengetahuan. kebijakan, inovasi public, dukungan untuk jaringan inovasi dan kemitraan (Kemenkomarives 2021).
Hasil penelitian menunjukkan peran pemerintah dalam fungsi terhadap pengelolaan desa wisata relatif imbang karena masih ada pemerintah yang mendukung atau juga yang kurang memberikan perhatian terhadap pelaku wisata. Beberapa wilayah, pemerintah sangat membantu tidak hanya dipengurusan perizinan namun dibangun fasilitas penunjang desa wisata.
Beberapa daerah wilayah lain, pemerintah seperti tutup mata, tidak ada sama sekali peran pemerintah. Banyak fasilitas penunjang tidak dibangun, bahkan untuk mengurus legalitas desa wisata pun sulit.
Media berfungsi sebagai pemberi informasi, pendidikan, hiburan dan sebagai pongontrol sosial. Media merupakan perangkat promosi yang mencakup aktivitas periklanan, personal selling, public relation, informasi dari mulut ke mulut dan direct marketing serta berperan kuat untuk mempromosikan dan membuat brand image (Kemenkomarives 2021).
Terkait penggunaan media di era digital, hasil riset menunjukkan bahwa selain media mainstream pelaku desa wisata juga memanfaatkan media sosial.
Media sosial yang paling banyak digunakan untuk mempromosikan desa wisata adalah Youtube, Instagram, tiktok dan Facebook. Media sosial sebagai tempat promosi yang mudah dan murah karena dapat diakses secara gratis.
Banyak destinasi wisata yang menarik, tetapi kurang dapat dipromosikan karena keterbatasan keterampilan pengelolaan konten media. Oleh karena itu, pelaku desa wisata dituntut mampu menyampaikan pesan promosi yang lebih persuasif untuk menarik calon wisatawan.
Perubahan tren dan pergeseran paradigma pariwisata khususnya desa wisata. Pada tahun 1950an dikenal dengan mass tourism, tahun 1980-2000 alternatif tourism, tahun 2000-2020 quality tourism, tahun 2020-sekarang customize tourism.
Kemajuan teknologi komunikasi yang semakin pesat menjadi salah satu faktor pendukung tumbuh suburnya industri pariwisata. Hal ini berarti strategi publikasi, model promosi dan media yang digunakan mengalami perubahan.
Pertumbuhan ekonomi kreatif menjadi salah satu indikator keberhasilan pengelolaan destinasi wisata. Berkat kemajuan teknologi, pelaku wisata lebih mudah memperkenalkan destinasi wisata Indonesia ke mata dunia.
Kemajuan teknologi memberikan dampak positif di industri pariwisata diantaranya hadirnya pelayanan pariwisata berbasis internet atau elektronik. Mulai dari website hingga aplikasi apps dapat diakses kapan, dimana saja dan bersifat real time.
Calon wisatawan dapat melakukan berbagai proses pelayanan pariwisata seperti pembelian tiket transportasi, memilih paket/ atraksi wisata, kuliner, reservasi lokasi, penginapan secara elektronik, memesan kamar hotel secara elektronik, serta dapat melihat review dari destinasi wisata yang hendak dituju. Dalam hitungan menit calon wisatawan sudah dapat menyelesaikan perencanaan traveling dengan cepat, lengkap, praktis dan aman.
Teknologi komunikasi dan informasi merupakan sarana penunjang pariwisata. Hadirnya teknologi komunikasi sudah menjadi kebutuhan calon wisatawan yang harus diprioritaskan.
Ketersediaan sarana komunikasi menjadi penting karena para wisatawan tidak dapat lepas dari kebutuhan mengakses internet untuk memamerkan tempat wisata yang dikunjungi dan juga adanya jaringan internet membuat calon wisatawan lebih mudah untuk mencari lokasi wisata dan juga sebagai pemandu jalan menuju lokasi wisata. Selain itu, ketersediaan sarana teknologi komunikasi mempromosikan tempat wisata menjadi lebih mudah dan murah.
Karakteristik pelaku dalam merintis dan mengembangkan desa wisata sangat penting diantaranya pendidikan, pengalaman dan motivasi. Motivasi dan keinginan kuat dalam melakukan usaha wisata di desa, baik itu keinginan dan kemauan secara sadar dan juga terarah dalam mengupayakan kemajuan dan perkembangan diri dan kelompok. Para pelaku wisata sering mendapatkan berbagai tawaran investor/ swasta untuk mengambil alih pengelolaan desa wisata.
Para pengelola/pemilik lahan mempunyai motivasi untuk mengembangkan dan menumbuhkan serta mengelola objek wisata sebagai bagian dari konservasi atau perlindungan terhadap lingkungan desa wisata. Motivasi pelaku desa wisata secara umum dilihat dari aspek ekonomi.
Tumbunya ekonomi kreatif di Desa wisata diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi masyarakat, mendukung umkm desa sebagai kekuatan ekonomi lokal dan menciptakan lapangan kerja baru di desa serta dapat mengurangi urbanisasi.
Dengan menampilkan adat budaya dan cara hidup tradisional khas masyarakat desa, contohya mengajarkan bagaimana membajak sawah dengan kerbau, belajar menanam padi, membuat wayang dari daun singkong, melukis warna warni caping, bermain lumpur, dengan kerjasama komunitas lokal dapat melestarikan warisan kekayaan leluhur yang semakin luntur dan mewariskannya kepada generasi mendatang.
Keterlibatan dalam perencanaan dan pengelolaan desa wisata dapat meningkatkan rasa memiliki dan kebanggaan masyarakat, yang mengarah pada pemberdayaan dan kemandirian yang lebih besar. Desa wisata harus memberikan pengalaman yang berkesan bagi wisatawan yang datang.
Hal tersebut akan memberikan dampak kepada wisatawan akan merencanakan traveling berikutnya karena termotivasi dengan memberikan pengalaman unik dan otentik bagi pengunjung lainnya. Motivasi ini dapat bervariasi diantara pelaku desa wisata dan juga dapat berubah seiring waktu.
Yang perlu diperhatikan kebermanfaatan desa wisata bahwa motivasi pelaku wisata sejalan dengan tujuan dari pariwisata berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Environment atau faktor lingkungan merupakan aspek penting yang harus diperhatikan oleh orang-orang yang bergerak dalam usaha sektor pariwisata, yaitu unsur pelayanan, keramahan (hospitality).
Penyediaan dan persiapan, berupa jasa dan produk harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan wisatawan. Faktor lingkungan pelaku wisata meliputi lingkungan fisik, sarana komunikasi, kelembagaan wisata, modal, dan usaha ekonomi, fasilitas sarana dan prasarana penunjang dalam kegiatan desa wisata.
Hal ini menjadi penting jika jalanan rusak, berlubang membuat wisatawan tidak menaruh minat berkunjung meskipun tempat wisata bagus karena kemudahan akses dapat saja menjadi prioritas dari kunjungan wisatawan. Umumnya calon wisatawan akan selektif dalam hal aksesibilitas, transportasi, akomodasi, amenitas, keamananan, kenyamanan (CHSE).
Calon wisatawan akan memilih jalan yang bagus dan akses menuju desa wisata tidak sulit walaupun masuk perkampungan. Usaha ekonomi termasuk sarana penunjang pariwisata atau disebut supporting tourist superstructure, misalnya souvenir shop, homestay, restoran, wahana permainan untuk anak dan tempat hiburan. Fasilitas tersebut juga harus diprioritaskan oleh pelaku desa wisata agar memberikan kenyamanan dan kepuasan bagi wisatawan.
Desa wisata di Indonesia secara umum sudah didukung oleh usaha ekonomi masyarakat baik yang dikelola mandiri ataupun dikelola oleh kelompok. Hampir semua desa wisata punya sarana penunjang untuk memfasilitasi kebutuhan dari pelaku wisata.
Usaha ekonomi umumnya masih dalam skala kecil seperti warung yang menjajakan kebutuhan ringan atau sekedar oleh-oleh kecil untuk cinderamata bagi wisatawan. Selain itu pelaku desa wisata dapat mempromosikan praktik wisata ramah lingkungan sehingga akan terwujud desa wisata maju dan berkelanjutan.
*) Dosen Prodi Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi, IPB University