Wiratani Muda Indonesia, Upaya Menjaga Bonus Demografi

  • Bagikan
Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi

Oleh: Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi*

Fenomena yang menarik berdasarkan pemberitaan media, para pemuda di Korsel ramai-ramai pindah ke desa, dengan sebagian besar untuk bertani. Alasan ekonomi yang masuk akal karena semakin mahalnya kehidupan di kota, meski masih banyak alasan lainnya yang tetap rasional.

​Di Jawa Barat, pada tahun 2021 terbit peraturan Gubernur nomor 25 tentang pembangunan SDM pertanian, perikanan, dan kehutanan melalui program petani milenial. Kebijakan yang mendorongan generasi muda mengembangkan dunia pertanian. Petani milenial adalah petani berusia 19-39 tahun, yang adaptif terhadap teknologi digital. Hal ini sejalan dengan Permentan no 04 tahun 2019 tentang pedoman gerakan pembangunan SDM pertanian menuju lumbung pangan dunia 2045.

SDM muda selalu memiliki tempat yang strategis dalam kemajuan suatu bangsa. Apalagi Indonesia yang diproyeksikan jumlahnya akan menjadi dominan dalam kelompok usia produktif pada tahun 2020-2035, ini bonus demografi. Program sangat strategis, ketika Dr Syahrul Yasin Limpo selaku Mentan mencanangkan gerakan 1 juta petani milenial apalagi kalau sampai 2.5 juta , meski anggarannya masih kalah jauh sekali dengan proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung yang membengkak mencapai lebih dari 110T.

​Pengembangan wiratani muda Indonesia merupakan upaya peningkatan kompetensi petani muda dalam mengakses teknologi, modal, pasar dan manajemen sehingga menjadi wirausaha mandiri yang inovatif, kreatif, mampu bersaing, berwawasan global dan professional di usaha agribisnis.

Budaya Masyarakat Agraris
​Bertani, beternak, berkebun, mengusahakan ikan dan menjadi nelayan adalah pekerjaan yang sangat mulia, yang sudah sangat lama dikerjakan oleh masyarakat Indonesia, bahkan sampai saat ini. Keseharian masyarakat yang tinggal di pedesaan atau pantai menjadikan mereka begitu mencintai dunia pertanian.

Hal ini, telah menginspirasi banyak anak-anak petani dan nelayan untuk berpendidikan tinggi dibidang terkait pertanian.
​Pelaku usaha agribisnis begitu tekun, sabar dan ikhlas, terlepas dari segala keterbatasan hidup dan penguasaan IPTEKS bahkan keberpihakan kebijakan pemerintah. Mereka sangat paham dengan arti kehidupan untuk bekerja keras, disiplin, tidak mengeluh dan menerima keadaan serta pentingnya dukungan kondisi alam.

Semua dijalani dengan kegembiraan sederhana sebagai budaya masyarakat agraris yang selalu ikut ajaran tokoh agama di kampung untuk pandai bersyukur.
​Krisis demi krisis bidang ekonomi telah dilalui bangsa Indonesia termasuk saat krisis dunia karena wabah pandemi, dan penyelamatnya selalu usaha mikro kecil dan menengah dunia pertanian yang cenderung lebih mandiri.

Masalahnya, SDM pertanian saat ini semakin menua karena sebagian besar berusia lebih dari 45 tahun. Usaha-usaha agribisnis harus terus berlanjut dan ditingkatkan. Pangan sebagaimana menurut Presiden Soekarno adalah masalah hidup dan mati bangsa. Tidak saja untuk penduduk Indonesia tapi untuk kebutuhan dunia.

Penciptaan Lapangan Kerja
​Zaman terus berubah, roda kehidupan bergerak semakin cepat. Masyarakat pertanian tergeser dengan gemerlap kehidupan kota. Namun demikian, pangan adalah kebutuhan setiap manusia yang tak tergantikan, meski sudah ada daging dan susu produksi dari laboratorium, masih mahal sekali.

​Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia selalu positif, meski cenderung menurun. Jumlah penduduk usia produktif, saat puncak bonus demografi bisa mencapai lebih dari 180 juta. Tantangan penciptaan lapangan pekerjaan akan semakin mendesak. Program terobosan wiratani muda atau petani milenial sangat cerdas, Perbaikan program secara berkelanjutan adalah keniscayaan.
​Sebaran lahan dan penduduk di berbagai daerah perlu di identifikasi dan klasifikasi secara presisi (IPB punya Data Desa Presisi inovasi Dr Sofyan Syaf).

Selanjutnya, perlu mobilisasi untuk produksi pangan strategis, semisal program food estate. Sekaligus, memperbaiki rantai pasok komoditas. Program-program produktif dan kreatif-inovatif oleh wiratani muda bisa disinergikan dengan hilirisasi inovasi pertanian (PT dan praktisi).

Lokasi potensial bisa diarahkan menjadi desa wisata, selain menghasilkan pangan, menggerakkan ekonomi dan menciptakan banyak kesempatan kerja, juga untuk pendidikan pertanian generasi berikutnya.

​Menurut Dr. Syahrul Yasin Limpo, desa memiliki peran penting untuk mendukung ketahanan pangan. Pembangunan pertanian yang terbaik harus dilakukan dari lapangan, dari desa. Oleh sebab itu, pembangunan pertanian di pedesaan harus kita dukung dan tingkatkan.

Mengentaskan Kemiskinan
​Pukulan bertubi-tubi bagi masyarakat kecil memang sangat menyakitkan, setelah wabah covid-19 yang mengganas, tiba-tiba harga minyak goreng melambung tinggi diikuti produk yang dihasilkannya, dan sekarang ditambah kenaikan BBM yang meningkat harga banyak produk yang sebelumnya sudah naik secara “diam-diam”.

Isu-isu kelangkaan bahan baku yang serba impor, dan peristiwa geopolitik internasional melegalkan semua kenaikan harga yang harus dibayar rakyat. Sudah ada program bantuan dari pemerintah, namun ketepatan dan jumlah sasaran serta jumlah bantuannya yang betul-betul diterima masih perlu divalidasi.

​Sebenarnya, masyarakat ingin sekali tahu: bagaimana pengelolaan kepentingan dan kebutuhan rakyat oleh para pejabat negara dan BUMN yang sudah difasilitasi dengan sangat baik oleh rakyat? Tidak mudah memang, merasakan penderitaan rakyat kecil oleh para penguasa yang tak pernah sedikitpun merasakan kekurangan secara ekonomi.

Sama sulitnya, kalau mau mengganti pejabat dengan rakyat kecil yang belum tahu tupoksi para pejabat, belum lagi harus memenuhi persyaratan lelang jabatan, ikut fit and profer test serta mengucapkan sumpah jabatan yang sering jadi lupa setelah menjabat.

​Cah Lontong secara cerdas menyoroti bahwa kemiskinan di Indonesia telah menurun: dari kakek ke orang tuanya dan sekarang dijalani oleh cucu-cucunya. Mungkin ini salah satu ciri dari kemiskinan ekstrem sehingga Presiden RI Bapak Joko Widodo perlu menerbitkan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Inpres ditandatangani Presiden pada tanggal 8 Juni 2022 dengan harapan melalui keterpaduan dan sinergi program, serta kerja sama antar kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah pada akhir 2024 kemiskinan ektrem (absolut) bisa dientaskan. Inpres ini dipimpin oleh Wakil Presiden yang melibatkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Ekon) serta 20 an Menteri, Panglima TNI, dan Kepala Daerah.

​Garis kemiskinan di Indonesia naik 2,89% dari Rp 472.525 per Maret 2021 menjadi Rp 486.168/kapita/bulan per September 2021 (BPS, 2022). Sementara, jumlah orang miskin turun 1,04 juta dari 27,54 juta orang pada Maret 2021 menjadi 26,5 juta orang pada September 2021.

Ada 3 provinsi dengan penduduk miskin terbanyak per September 2021, yaitu: Jawa Timur sebanyak 4,25 juta jiwa, Jawa Barat ada 4 juta jiwa dan Jawa Tengah ada 3,93 juta jiwa. Kondisi ini akan semakin berat dengan adanya ketentuan Bank Dunia yang menaikan batas garis kemiskinan.

Kepemimpinan dari Bapak Wakil Presiden RI dengan dukungan Menko PMK, Menko Ekon dan tim terhadap upaya penghapusan kemiskinan ekstrim melalui pengembangan program wiratani muda/milenial menjadi Gerakan Nasional Wiratani Milenial Indonesia akan meningkatkan produktivitas SDM muda dan SDA Indonesia.

Prof Dr Rachmat Pambudy, guru besar kewirausahaan dari Departemen Agribisnis FEM IPB dalam orasinya (2022), menyatakan wiratani adalah kebutuhan masa kini dan masa depan pertanian Indonesia, yang akan mampu melepaskan bangsa Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap). Sekaligus mewujudkan bonus demografi bagi bangsa kita tercinta.

*Staf Pengajar Divisi Bisnis dan Kewirausahaan Dept Agribisnis FEM IPB

Kaprodi Komunikasi Digital dan Media (D4) SV IPB

  • Bagikan