WartaTani.co – Program Sekolah Lapang (SL) yang dilaksanakan di Daerah Irigasi Batang Tongar, Kecamatan Pasaman memberikan dampak signifikan terhadap petani di sana. Kemampuan mereka dalam bertani meningkat. Para petani semakin paham bagaimana manajemen pra dan pasca panen.
Hal itulah yang menjadi fokus utama pada SL yang menyasar Kelompok Tani Semoga Jaya Jr. Rimbo Janduang, Kecamatan Pasaman, Sumatera Barat. “Kegiatan diikuti sekitar 25 orang,” ujar Penyuluh Setempat, Romi Andesla melalui keterangan tertulisnya, Kamis (9/12).
Romi memaparkan materi yang disampaikan kepada petani di antaranya mengenai bagaimana melakukan uji lahan. Petani diberikan pemahaman soal bagaimana mengetahui jumlah pupuk yang seharusnya dipakai di lahannya, sehingga penerapan pupuk lebih berimbang. “Selain itu dapat menghemat pengeluaran, menekan kerusakan lingkungan dan produksi sesuai target,” katanya.
Ada pula kegiatan praktik antara lain turun ke sawah untuk mengambil contoh tanah dengan cara yang benar, selanjutnya dianalisa oleh masing-masing kelompok. Tujuannya, untuk mengetahui kandungan NPK tanah sawah yang dianalisa menggunakan PTUS apakah termasuk kategori sangat rendah, rendah, sedang dan tinggi. “Dengan begitu peserta bisa membedakan bahwa pupuk itu palsu atau tidak,” cetus dia.
Romi menyebut IPDMIP memiliki dampak bagus terhadap peningkatan kompetensi para petani. Mulai dari bagaimana meningkatkan produktivitas padi, merehabilitasi jaringan irigasi, mencetak sawah beririgasi, menjamin tersedianya air untuk irigasi, hingga meningkatkan infrastruktur pertanian.
“Kami optimis ketika ini semakin masif maka kedaulatan pangan nasional bisa terealisasi,” tutup dia.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Dedi Nursyamsi, menegaskan, “Program IPDMIP menjadi salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas pertanian, khususnya di daerah irigasi sehingga pada akhirnya kesehatan petani bisa meningkat,” ungkap Dedi.
Menurutnya, IPDMIP harus berperan mendorong proses transformasi dari sistem pertanian tradisional menjadi modern. Untuk itu, SDM-nya harus digarap lebih dahulu.
“Mereka adalah petani, penyuluh, petani milenial melalui pelatihan,” kata Dedi.
Sistem pertanian tradisional, katanya, dicirikan oleh produktivitas yang rendah, penggunaan varietas lokal, dikerjakan secara manual atau dengan bantuan tenaga ternak. Sistem pertanian ini belum memanfaatkan mekanisasi pertanian serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
“Pertanian modern dicirikan masifnya varietas berdaya hasil tinggi, menerapkan mekanisasi dan pemanfaatan teknologi era industri 4.0,” pungkas Dedi
Sementara Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo optimis bahwa program IPDMIP dapat bermanfaat bagi kepentingan masyarakat pedesaan, khususnya bagi petani dalam mendukung pencapaian ketahanan pangan. Lewat IPDMIP, produktivitas pertanian terus meningkat, khususnya di daerah irigasi.
“Pendapatan petani harus terus naik sehingga kesejahteraan petani juga meningkat. Pertanian adalah emas 100 karat,” kata Mentan.
Dia menyampaikan jika produktivitas meningkat, pendapatan petani juga meningkat. “Kemampuan sumber daya manusia juga harus kita tingkatkan agar mereka bisa mengelola pertanian dengan baik,” ungkapnya.
SYL-sapaannya- mengingatkan bahwa sektor pertanian adalah ‘emas 100 karat’. Menjanjikan dan tak pernah ingkar janji sehingga sangat prospektif untuk digeluti. “Terutama para pemuda dan milenial. Kita gerakan pertanian Indonesia, masa depan pertanian kita ada pada mereka,” ujar SYL. (*)