RUU Perkoperasian, Upaya Terselubung Mencabut Ruh Koperasi*

  • Bagikan

Di tengah problema perpolitikan nasional, dipenghujung pergantian Anggota Legislatif dan Eksekutif periode 2019-2024. Rancangan Undang-Undang Koperasi kian dikebut dan terkesan sangat terburu-buru agar dapat disahkan, tanpa kajian akademis yang matang dan dengar pendapat yang panjang.

RUU Koperasi merupakan satu diantaranya RUU yang jadi bahasan dalam Rapat Paripurna Anggota DPR RI di Gedung Senayan pada 30 September 2019.

Jika ditelisik lebih mendalam RUU Koperasi mengandung banyak pasal-pasal yang justru akan menyulitkan bahkan menyesatkan koperasi dalam menjalankan roda organisasinya.

Hal itu akan terjadi apabila RUU Perkoperasian disahkan, yang mana koperasi-koperasi di Indonesia dijadikan seperti Sapi yang dicolok hidungnya, diperah susunya untuk kemudian dikapitalisasi tiap-tiap aktivitasnya oleh sebuah Lembaga, dan itu diatur dalam Undang-Undang.

Adapun pasal-pasal yang bertentangan dengan UUD 1945 ialah Pasal 130 mengatur tentang Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang di dorong sebagai wadah tunggal organisasi gerakan koperasi. Selanjutnya mewajibkan koperasi membayar iyuran wajib kepada Dekopin (Pasal 82 (h), 132). Selain itu juga pada Pasal 133 mengatur pemerintah untuk wajib menyediakan pendanaan dari sumber alokasi APBN dan APBD.

Hal tersebut tentu bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945, organisasi gerakan koperasi berjalan dan sukses dengan sistem yang demokratis. Selain dari pada itu Kemandirian koperasi yang secara terus-menerus digaungkan pemerintah mustahil terwujud, dikarenakan adanya pendanaan khusus melalui APBN dan APBD sehingga koperasi menjadi termanjakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Koperasi di Indonesia sejatinya berlandaskan azas kekeluargaan serta demokrasi ekonomi. Koperasi merupakan produk ekonomi yang kegiatannya menjadi gerakan ekonomi kerakyatan dan berjalan dengan prinsif gotong-royong.

Namun, jika dilihat dari Pasal-pasal yang tertuang dalam RUU Perkoperasian diantaranya Pasal 11, 77, 78, 79, 80, 87 bahwa pemerintah terkesan sangat over regulated dan menjadikan koperasi sebagai alat pembangunan ketimbang menjadikannya sebagai organisasi pergerakan yang otonom dan mandiri.

Berita Terkait  Fokus Pertanian Digital dan Pengelohan Komoditas, Pemerintah Berharap Imbas Positif Bagi Ekonomi

Berdasarkan pengalaman empiris dilapangan, bahwa koperasi di Indonesia berkembang karena kemampuan sumberdaya nya dalam mengatur dirinya sendiri (koperasi).

Dalam pengembangan koperasi, peran pemerintah sangat dibutukan, hanya disesuaikan dengan porsi dan takaran. Seperti, memberikan fasilitas pendidikan dan pelatihan, supervisi, dan riset untuk menumbuh kembangkan koperasi menuju kemandirian. Dengan demikian, Sokoguru Perekonomian yang melekat pada koperasi dapat terelalisasi.

Karena, cara apa lagi yang harus di adopsi bangsa ini selain mengoptimalkan kekhasan yang ada melalu sistem ekonomi kerakyatan. Hal yang sama juga pernah diutarakan oleh Anthony Giddens Sosiolog Inggris, dalam wacana sistem ekonomi dunia.

Koperasi disebut sebagai Third Way (jalan ketiga), yaitu jalan tengah antara Kapitalisme dan Sosialisme. Maka bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah Koperasi. Bukan juga korporasi berbaju koperasi. (*)

*Penulis adalah Alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB). Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

 

  • Bagikan