WartaTani.co – Budi Waseso langsung membuat gebrakan sejak ditunjuk Presiden Jokowi menjadi Direktur Utama Perum Bulog. Menurut Buwas -panggilan Budi Waseso, Indonesia tidak perlu impor beras karena persediaan Bulog sudah lebih dari cukup. Ia melihat bahwa produksi petani Indonesia bisa memenuhi kebutuhan nasional.
Seiring berjalannya waktu, ia terus membuat inovasi di Bulog seperti melepas produk beras renceng Kualitas dari beras ini adalah premium dengan kemasan untuk sekali memasak. Ia juga modernisasi gudang Bulog sehingga beras yang disimpan tetap dalam kondisi bagus hingga ke tangan masyarakat.
Namun, langkah Buwas membenahi Bulog dan mengembalikan peran Bulog ini ternyata mendapat banyak halangan dari mafia. Menurutnya, selalu ada pihak-pihak yang berusaha menjatuhkan Bulog. Berikut WartaTani.co kutip wawancara khusus tim Liputan6.com dengan mantan Kabareskrim Polri dan Kepala BNN tersebut:
Menurut Anda, kedaulatan pangan di Indonesia itu harus seperti apa?
Saya ini latar belakang bulan petani, tetapi kalau bicara soal strategi, negara kita itu agraris dan kelautan. Dari dulu waktu nenek moyang kita sudah bilang begitu. Kita dijajah Belanda itu karena kita kaya dengan tanaman, dengan hasil bumi, sampai hari ini pun banyak yang ingin menguasai Indonesia. Itu yang harus kita pertahankan.
Kalau kita negara agraris berarti menjadi sumber pangan, itu sudah terbukti kan, dimana saja bisa ditaman. Sekarang berarti kita harus kembangkan pangan dong, jangan sampai kita kekurangan pangan. Lucu dong penghasil pangan tetapi kok kelaparan. Itu miris.
Tapi hari ini kita mulai bergeser, kita tidak peduli dengan pangan. Mungkin cara berpikirnya ah beli aja gampang. Itu salah besar. Dan kita digeser ke sana sehingga ketergantungan diciptakan untuk negara kita supaya ketergantungan. Kalau ketergantungan kan akhirnya impor.
Cara berpikirnya seperti ini. Saat ini kita bisa hidup bisa pintar karena apa? Pangan kan. Lalu pangan sumbernya dari mana? Dari desa kan, dari petani. Sekarang apakah perhatian kita kepada petani ada? Tidak kan. Adakah petani kaya? Tidak. Sekarang kita tinggal beli, makan bisa jadi apa saja tetapi petani tetap petani. Miskin tetap miskin. Adilkah itu?
Kembali kepada swasembada pangan, harusnya itu harga mati kita. Kita harus bekerja keras untuk swasembada pangan dan akhirnya jika kita kuat di sektor pangan kita punya kedaulatan. Jadi Doktrin yang harus ditanamkan ke masyarakat adalah tidak ada sejengkal tahan yang tidak bermanfaat. Artinya ketahanan pangan bisa dibangun dengan menanamkan kesadaran bahwa sejengkal tanah pun harus kita manfaatkan untuk pangan. Jadi di halaman kita bisa taman singkong, ubi, jagung, dan lainnya.
Kalau itu ada di seluruh warga masyarakat kita, kita akan menjadi hebat. Pasti kedaulatan pangan tercapai. Kalau kita sudah punya kedaulatan, tidak ada yang berani dengan kita. Diembargo apa saja perut kita masih kenyang. Tetapi kalau lapar, biarpun pintarnya seperti apa akan berubah semua. Makanya yang harus dibangun itu pangan.
Anda optimistis Indonesia bisa melakukan swasembada pangan?
Bisa. asalkan kita memiliki tujuan satu dan sama, kepentingan untuk Republik Indonesia, tidak mudah berkelahi. Kita manusia ada kelebihan dan kekurangan. Kita punya kemampuan sendiri-sendiri maka kita kerjakan sesuai dengan kemampuan kita dengan tujuan satu yaitu membangun negara ini agar kuat. Itu yang paling penting.
Ada masukan dari Anda untuk kedaulatan pangan terutama beras agar tidak jadi konflik terus?
Sekarang begini, saya sudah membangun on farm, itu sebenarnya bukan tugas Bulog. Saya membantu mentan, membantu pemerintah. Jika dilihat saat ini ada tidak penyuluh pertanian. Tidak ada. Jadi kembali lagi kita tidak ada perhatian di sektor pertanian. Kita tidak merasa pertanian itu penting. Itu sebenarnya yang harus kita bangun yaitu bahwa pertanian itu penting.
Sekarang ada tidak sarjana pertanian yang bekerja di sektor pertanian. Tetapi itu bukan salah juga. Jadi prinsipnya begini, bahwa manusia itu butuh hidup, kalau butuh hidup itu apapun dilakukan. Kalau sarjana pertanian lalu jadi tukang ojek apakah itu salah? Tentu tidak.
Yang penting sekarang adalah kekuatan kita harus dibangun lagi. Sarjana-sarjana pertanian itu harus focus ke pertanian. Biar dia membimbing dan menciptakan petani yang bagus, bibit unggul, pertanian modern. Tetapi harus jaminan juga sarjana ini mendapatkan pendapatan yang layak. Kalau enggak siapa yang mau.
Tanggapan mengenai cap bahwa Anda anti impor?
Salah. Bukan anti impor. Saya tidak anti impor. Jadi dikala kita butuh mau tidak mau harus impor. Jadi ini orang salah menangkap kalau saya anti impor. Jadi waktu itu saya menolak impor itu karena kita masih punya.
Sudah saya buktikan. Selama dari 2010 kita impor terus, sampai 2018 saya masuk itu masih ada barang yang masuk tetapi itu izinnya bukan zaman saya. Sekarang saya bisa buktikan kalau kita tidak perlu impor. Itu terbukti. Jadi 2018 jalan sampai akhir tidak ada impor, ini 2019 tengah tahun juga tidak ada impor, juga cadangan saya banyak. Berarti kan jaminan saya betul.
Tantangannya ini alam. Jadi kalau BMKG mengatakan kalau ini elnino dan kekeringan berkepanjangan itu bisa saja pertanian kita gagal, itu kita butuh pangan jadi impor. Tapi jangan berlimpah-limpah impornya, kasihan petani kita.
Jadi jangan kita berpikir karena bisnis. Kalau impor itu menguntungkan sebagian orang. Tapi kita harus berpihak petani kita. Kita harus berpikir kalau kita ini utang, hidup dari petani. Nah, sekarang wujud kita membayar utang apa? Ya berpihak kepada petani. Sederhananya itu.