Swasembada Bawang Putih Versus Mafia Pangan

  • Bagikan

WartaTani.co – Impor komoditas pangan selama ini diketahui sangat menjanjikan bagi pihak tertentu. Utamanya bawang putih yang hingga saat ini 95 persen lebih dipenuhi kebutuhannya melalui impor.

Disparitas harga yang cukup lebar, antara harga di negara asal dan dalam negeri sangat menguntungkan bagi importir. Karenanya, cita-cita swasembada bawang putih di tahun 2021 menghadapi tantangan yang berat.

“Dulu kita pernah swasembada pada tahun 1994. Kita mampu memenuhi sendiri kebutuhan bawang putih. Namun krisis ekonomi 1998 yg berujung pada ekonomi yg lebih terbuka (liberal) dengan ditandatangani letter of intent dgn IMF, impor produk pertanian termasuk bawang putih menjadi tidak terkendali. Kini ketergantungan bawang putih pada bawang putih impor sangat tinggi,” cerita Direktur Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Yasid Taufik yang biasa dipanggil Yasid, di Jakarta (21/8).

Menurutq Yasid, pemerintah paham bahwa upaya untuk mengembalikan kemampuan swasembada bawang putih nasional bukanlah pekerjaan mudah. Kebutuhan bawang putih nasional mencapai 580.000 ton per tahun dan lebih 95 persennya berasal dari impor.

“Melihat kondisi yg sangat bergantung kepada negara lain, maka Menteri Pertanian Amran Sulaeman berani untuk membalikkan keadaan. Bahkan telah ditetapkan swasembada bawsng putih harus diraih tahun 2021,” jelas dia.

Menurut kalkulasi, kata dia, meraih swasembada hanya perlu lahan penanaman bawang putih sekitar 73 ribu hekatar. Sementara berdasarkan indentifikasi lahan yg sesuai utk penanaman bawang putih tersedia 600 ribu hektare.

“Sejalan dgn program swasembada tersebut, maka telah dirumuskan ketentuan bahwa setiap importir yg mengajukan RIPH memiliki kewajiban tanam 5 persen dari volume yg diajukan dalam RIPH. Disinilah tantangan penerbitan RIPH,” jelas Yasid.

Dalam kesempatan tersebut, Yasid juga menyinggung ihwal kasus bawang putih yang tengah digarap KPK. Yasid heran lantaran  membawa nama Kementerian Pertanian.

Berita Terkait  Kementan Dukung Inovasi Pakan Sebagai Alternatif Sumber Energi

Dia memaparkan bahwa dalam UU no 13/2010 mengenai Hortikultura, importasi produk hortikultura termasuk bawang putih terlebih dahulu harus mendapat izin impor dari menteri yang menangani bidang perdagangan, namun terlebih dahulu harus mendapat rekomendasi dari Menteri Pertanian.

“Mekanisme rekomendasi dan izin impor secara hormonis telah berjalan sejak tahun 2013, walaupun ketentuan ini terus mengalami perbaikan,” jelas dia.

Dalam penerbitan RIPH Kementan menekankan persyaratan teknis yaitu terkait keamanan pangan. Bawang putih yang boleh masuk ke dalam negeri harus berasal dari bawang putih yang dibudidayakan di lahan yang menerapkan standar Good Agriculrural Practise (GAP), dan penerapan standar pananganan pasca panen dgn menerapkan Good Handling Practises (GHP).

“RIPH tidak mengatur volume impor, sementara untuk volume impor ditentukan dalam izin impor yg dikeluarkan oleh Kemdag yang dikaitkan dengan kapasitas gudang yang dikuasai oleh importir,” ungkapnya.

Yasid mengatakan pihaknya menyadari beberapa waktu terakhir ini, ada pihak-pihak yang mendompleng momentum ini untuk mendiskreditkan kebijakan RIPH di Kementerian Pertanian.

“Menggunakan opini-opini yang tendensius, bahkan disinyalir bentuk perlawanan tercapainya swasembada bawang putih,” tutup dia.

  • Bagikan