Bogor, WartaTani – Wacana Kementerian Perkebunan (Kemenbun) yang belakangan mencuat, mendapat respon positif dari para akademisi. Keberadaan Kemenbun dinilai punya posisi strategis dalam mengoptimalkan potensi perkebunan nusantara.
Berkaca sejarah perkebunan di Indonesia, maka nusantara pra sejarah, awal kolonial hingga jelang Indonesia merdeka, memiliki andil besar hingga dikatakan sebagai poros maritim dunia (PMD).
Pasalnya, komoditas rempah-rempah sejak era Yunani Kuno, Persia, hingga Romawi menjadi komunitas perdagangan dunia. Dan kawasan Barus, Sumatera, merupakan salah satu pusat perdagangan rempah internasional.
Maka dari itu, kehadiran Kemenbun diharapkan bisa lebih mengakselerasi dan mengoptimalisasi sektor ini.
Demikian salah satu poin kajian yang digelar Forum Alumni Independen (FAN) Institut Pertanian Bogor (IPB), belum lama ini. Kajian dihelat sekaligus peringatan hari kelahiran Pancasila dan setahun berdirinya FAN IPB.
Inisiator FAN IPB, Muhammad Karim mengatakan, pembentukan Kemenbun sejatinya bisa menjadi ikon bagi penguatan PMD. Yakni dengan membangun ulang Jalur Rempah Maritim di era ekonomi digital. “Komoditas utamanya perkebunan,” jelas dia.
Karim menjelaskan, industri perkebunan menjadi salah satu penopang ekonomi nasonal saat ini. Tahun 2016, industri perkebunan berkontrobusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional hingga Rp 429 triliun.
“Kontribusi ini melampuai sektor minyak dan gas yang hanya Rp 365 triliun,” jelas pria yang juga Dosen Universitas Trilogi, Jakarta Selatan itu.
Hal senada diutarakan rekan sejawat Karim, Doni Yusri. Doni menyebut dari 127 komoditas perkebunan, hanya 15 yang mampu menyumbang devisa negara. “Dan sawit paling besar, menyumbang Rp 260 triliun,” kata pria yang meraih gelar doktornya di Jerman itu.
Urgensi Kementerian Perkebunan
Doni lantas menyinggung ihwal pengusahaan komiditi perkebunan di Tanah Air. Di mana tiga komoditas utama seperti sawit, inti sawit, dan teh dikuasa perkebunan besar. Sementara perkebunan rakyat mendominasi pengusaaan kakao, kopi, karet dan kelapa.
Doni berharap kehadiran Kemenbun bisa mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai PMD berbasis komiditas perkebunan. Indikatornya, kata dia, adalah sumbangsih terhadap perekonomian nasional, menciptakan lapangan pekerjaan baru, serta mengentaskan kemiskinan.
“Karena apa, komoditas perkebunan termasuk menyangkut hajat hidup orang banyak, dan bisa dikerjakan rakyat banyak,” jelas Doni yang juga tercatat sebagai dosen IPB itu.
“Hadirnya Kemenbun diharapkan tidak hanya berorientasi pada perkebunan besar semata, tetapi mendorong perkebunan rakyat agar petani melonjak kesejahteraannya” lanjut dia.
Ekspektasi serupa juga datang dari La Ode Rusyamin. Inisator FAN IPB sekaligus aktivis lingkungan ini berharap Kemenbun nantinya mampu meningkatkan nilai tukar petani perkebunan rakyat (NTPR).
Sebagai ilustrasi, NTPR bulan Februari dan Maret 2018 masing-masing 99,05 serta 99,18.
“Angkat ini mencerminkan bahwa petani perkebunan rakyat belum mendapatkan kesejahteraan yang memuaskan. Mestinya, NTPR ini di atas 100,” pungkas Yamin.